Sabtu, 04 Agustus 2012

KISAH JOKOWI SEBAGAI DEBT COLLECTOR


Wirausahawan budiman. Bila bisnis anda diambang kebangkrutan. Utang menumpuk, harta menyusut dan produk sudah tidak laku, menumpuk di gudang. Apa yang anda lakukan ? Anda bubarkan atau anda teruskan ?  Stop ! Jangan buru-buru anda likuidasi. Mungkin dengan menyimak kisah di bawah ini bisnis anda dapat diselamatkan.

Mari kita belajar dari kasus PD BPR Bank Pasar Surakarta. Tahun 2006 kondisi lembaga keuangan ini terpuruk diambang kehancuran. Salah satu indikatornya adalah tingginya NPL (Non Performance Loan) atau kredit bermasalah. BPR dikatakan sehat bila NPLnya di bawah angka 5 persen. Lalu berapa NPL Bank Pasar ? Saat itu NPL Bank Pasar hampir menyentuh 34 persen. Ya benar, 34 persen. Anda tidak salah baca kok ? Bisa anda bayangkan bukan ? Modal disetor dari Pemkot Solo 3 milyar. Yang bermasalah sekitar hampir 2,9 milyar.

Kondisi memburuk. Sampai-sampai Bank Indonesia (BI) memberikan rapor merah. Memberikan warning. Bila tidak bisa diperbaiki sebaiknya ditutup saja. Apakah Bank Pasar kemudian betul ditutup ? Untunglah ada pak Jokowi selaku Walikota sekaligus owner tunggal. Beliau meminta waktu kepada BI untuk menyehatkan Bank Pasar.  Lalu apa yang beliau lakukan ?

Beliau melakukan perombakan manajemen Bank Pasar. Menempatkan kalangan profesional yang memiliki kompetensi dibidang perbankan. Tidak hanya sekedar memberi perintah. Pada tahap-tahap awal beliau mengawal secara langsung di lapangan. Memberikan instruksi yang tegas kepada manajemen baru,  " Business is bussines. Kelola dengan profesional. Jangan mau dicampuri oleh siapapun "

Di samping memberikan arahan. Beliau focus ke permasalahan yang sedang dihadapi, yaitu kredit macet. Agar kredit tertagih kembali. Beliau tidak segan-segan terjun langsung menjadi debt collector. Membantu menagih kredit macet. Hasilnya sungguh luar biasa. Secara perlahan tapi pasti Bank Pasar mulai mengalami perkembangan yang menggembirakan.

Komitmen pak Jokowi tidak hanya itu saja. Beliau ingin membangun Bank Pasar menjadi lembaga keuangan yang sehat dan megah berwibawa. Kantor yang semula di komplek Sri Wedari. Dibangunkan kantor baru yang megah dengan gaya kolonial di tengah pusat bisnis, Sangkrah, Pasar Kliwon. Nama pun dirombak menjadi, lebih marketabel, PD BPR BANK SOLO. Namanya lebih singkat, mudah diucapkan dan mudah diingat. Dengan slogan " Banknya Wong Solo ".

Kerja keras ini membuahkan hasil manis. Aset naik lima kali lipat dari 11 milyar menjadi di atas 50 milyar. NPL turun dratis menjadi sekitar 3,4 persen. Luar biasa bukan ? Yang lebih mengembirakan lagi, dua tahun terakhir (2011 dan 2012) Bank Solo mendapat predikat " Bank Sangat Sehat " dari majalah bergengsi Info Bank.

Hikmah apa yang bisa kita petik ? Kalau usaha anda diambang kebangkrutan jangan cepat-cepat menyerah dan putus asa. Semangat pak Jokowi perlu ditiru. Benahi dengan kerja keras dan kerja cerdas. Jangan hanya berpangku tangan. Focuskan pada permasalahan untuk mencari solusi. Jangan berkutat terus pada masalah. Bagaimana pendapat Anda ? Ayo bangkit, biar tidak bangkrut ! Salam sukses.

Tidak ada komentar: